Peta NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA (NKRI) mengilustrasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia
beserta batas-batasnya. Peta ini memberikan informasi spasial bagi publik
tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peta ini menggambarkan pencapaian
hasil berbagai perundingan bilateral, trilateral maupun multilateral sejak
Deklarasi Djuanda sampai sekarang. Dalam peta NKRI juga dicantumkan nama-nama geografis
pulau-pulau terluar milik Indonesia yang berada di sebelah dalam garis pangkal
kepulauan Indonesia, serta digambarkan letak alur laut kepulauan Indonesia
(ALKI). Selain itu peta NKRI juga menggambarkan proyeksi batas menurut hukum
Indonesia. Atas dasar tersebut, maka perlu untuk dinyatakan bahwa peta NKRI
bersifat dinamis dan akan selalu di-update sesuai dengan perkembangan.
o Wilayah Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat semenjak
proklamasi kemerdekaan, Deklarasi Djuanda, Pengesahan UNCLOS, dan sampai saat
ini. Perkembangan itu tidak dapat terlepas dari perjuangan diplomasi Indonesia
di forum-forum internasional.
o Wilayah Indonesia tidak dapat dibatasi perkembangannya di masa
lampau, sekarang ataupun di masa datang. Perkembangan yang ada di dunia dari
berbagai sisi, seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya tentunya akan ikut
mempengaruhi kewilayahan Indonesia.
o Peta NKRI disajikan sebagai bagian dari sebuah informasi
kewilayahan. Pada peta ini disajikan berbagi hal yang terkait dengan wilayah
NKRI, baik wilayah kedaulatan maupun hak berdaulat yang dimiliki Indonesia,
selain itu peta ini juga menyajikan batas-batas yang belum selesai dirundingkan
dengan negara tetangga. Semua hal yang ada di dalam peta NKRI ini akan selalu
mengikuti perkembangan dari wilayah NKRI karena bertujuan untuk memberikan
gambaran umum wilayah Indonesia. Peta NKRI bukanlah “barang“ yang sakral dari
sebuah perubahan. Itulah sebabnya peta NKRI juga disebut sebagai atlas yang
dinamis.
o Pencantuman peta NKRI di dalam sebuah ketentuan perundangan
tentunya akan mempersempit ruang gerak perkembangan kewilayahan Indonesia,
termasuk di dalamnya juga terkait dengan border diplomacy yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia selama ini.
1.Sejarah Perkembangan Wilayah Teritorial Dan
Yuridiksi Kedaulatan NKRI
Wilayah Indonesia di dalam perkembangannya mengalami pertambahan
luas yang sangat besar. Wilayah Indonesia ditentukan pertama kali dengan Territoriale Zee
en Maritime Kringen Ordonantie(TZMKO)1939. Selanjutnya seiring dengan perjalanan NKRI, Pemerintah RI
memperjuangkan konsepsi Wawasan Nusantara mulai dari Deklarasi Djuanda,
berbagai perundingan dengan negara tetangga, sampai pada akhirnya konsep Negara
Kepulauan diterima di dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (United Nation Convention
on the Law of the Sea/UNCLOS ’82).
Berdasarkan konsepsi TZMKO tahun 1939, lebar laut wilayah
perairan Indonesia hanya meliputi jalur-jalur laut yang mengelilingi setiap
pulau atau bagian pulau Indonesia yang lebarnya hanya 3 mil laut. Sedangkan
menurut UUD 1945, wilayah negara Indonesia tidak jelas menunjuk batas wilayah
negaranya. Wilayah negara proklamasi adalah wilayah negara ex kekuasaan Hindia
Belanda, hal ini sejalan dengan prinsip hukum internasional uti possidetis juris. Dan selain itu, UUD 1945 tidak mengatur tentang kedudukan
laut teritorial. Produk hukum mengenai laut teritorial baru dilakukan secara
formal pada tahun 1958 dalam Konvensi Geneva.
Pada tahun 1957, Pemerintah Indonesia melalui DEKLARASI
DJUANDA, mengumumkan secara unilateral /sepihak bahwa lebar laut
wilayah Indonesia adalah 12 mil. Barulah dengan UU No. 4/Prp tahun 1960
tentang Wilayah Perairan Indonesia ditetapkan ketentuan tentang laut wilayah
Indonesia selebar 12 mil laut dari garis pangkal lurus. Perairan Kepulauan ini
dikelilingi oleh garis pangkal yang menghubungkan titik-titik terluar dari
Pulau Terluar Indonesia.
Semenjak Deklarasi Djuanda, Pemerintah Indonesia terus
memperjuangkan konsepsi Wawasan Nusantara di dalam setiap perundingan
bilateral, trilateral, dan multilateral dengan negara-negara di dunia ataupun
di dalam setiap forum-forum internasional. Puncak dari diplomasi yang dilakukan
adalah dengan diterimanya Negara Kepulauan di dalam UNCLOS 1982. Melalui UU
No.17 tahun 1985, Pemerintah Indonesia meratifikasi/mengesahkan UNCLOS 1982
tersebut dan resmi menjadi negara pihak.
Sebagai tindak lanjut dari pengesahan UNCLOS 1982, Pemerintah Indonesia
telah menerbitkan UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
dan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Dua Landasan hukum
tersebut, khususnya PP No.38 tahun 2002, telah memagari wilayah perairan
Indonesia yang sejak dicabutnya UU No. 4 Prp tahun 1960 melalui UU No.6 tahun
1996, Indonesia tidak memiliki batas wilayah perairan yang jelas. Bagi
Indonesia, UNCLOS 1982 merupakan tonggak sejarah yang sangat penting, yaitu
sebagai bentuk pengakuan internasional terhadap konsep Wawasan Nusantara yang
telah digagas sejak tahun 1957.
Khusus mengenai Timor – Timur, semenjak integrasinya pada tahun
1975 sampai dengan merdeka pada 1999 tentunya membawa perubahan pada wilayah
Indonesia baik pada batas darat maupun batas lautnya. Batas darat
Indonesia dengan Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL) didasarkan atas
perjanjian antara Pemerintah Hindia Belanda dan Portugis pada tahun 1904
dan Permanent Court Award (PCA) 1914. Saat ini telah disepakati oleh Pemerintah
Indonesia dan RDTL Provisional Agrreement on the Land Boundary yang ditandatangani 8 April 2005 oleh Menteri Luar Negeri
kedua negara. Sedangkan batas laut RI-RDTL, sejak periode kolonial tidak ada
perjanjian maupun pengaturan yang terkait dengan batas laut antara Portugal dan
Belanda di sekitar P. Timor [Deeley, 2001]. Begitu juga setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945,
dan juga setelah Timor Leste menjadi bagian Indonesia pada tahun 1975, tidak
ada perjanjian tentang batas laut antara Indonesia dengan Portugal. Dan bahkan
sampai saat ini batas laut RI-RDTL yang meliputi laut wilayah, zona tambahan,
ZEE dan landas kontinen belum mulai dirundingkan karena masih menunggu
penyelesaian batas darat terlebih dahulu.
Seiring dengan perkembangan, PP
No.38/2002 memerlukan penyempurnaan karena menyisakan beberapa bagian wilayah
Indonesia yang belum ditetapkan garis pangkalnya, diantaranya adalah di sekitar
P. Timor yang berbatasan dengan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Untuk dapat
menetapkan batas perairan pada wilayah yang berbatasan dengan RDTL, selain
menunggu penyelesaian segment batas darat, perlu pula ditetapkan calon-calon
titik dasar sebagai acuan dalam penarikan garis pangkal untuk menetapkan batas
antara kedua negara, disamping memanfaatkan beberapa titik-titik dasar yang
sudah ada di sekitar wilayah tersebut.
2.Kewenangan Negara
Menetapkan Batas Negara
Wilayah dapat diartikan sebagai ruang dimana manusia yang menjadi
warga negara atau penduduk negara yang bersangkutan hidup serta menjalankan
segala aktifitasnya. Di dalam kondisi dunia yang sekarang ini, maka sebuah
wilayah negara tentunya akan berbatasan dengan wilayah negara lainnya, dan di
dalamnya akan banyak terkait aspek yang saling mempengaruhi situasi dan kondisi
perbatasan yang bersangkutan. Perbatasan negara seringkali didefinisikan
sebagai garis imajiner di atas permukaan bumi yang memisahkan wilayah satu
negara dengan wilayah negara lainnya. Sejauh perbatasan itu diakui secara tegas
dengan traktat atau diakui secara umum tanpa pernyataan tegas, maka perbatasan
merupakan bagian dari suatu hak negara terhadap wilayah.
Atas dasar itu pula, maka setiap negara berwenang untuk menetapkan
batas terluar wilayahnya. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berbatasan
dengan 10 (sepuluh) negara tetangga. Di darat, Indonesia berbatasan dengan
Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan dengan Timor-Leste. Sedangkan di laut,
Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam,
Filipina, Palau, Papua Niugini, Australia dan Timor-Leste.
Wilayah
darat NKRI terdiri atas semua pulau-pulau milik Indonesia yang berada di
sebelah dalam garis pangkal kepulauan Indonesia. Sedangkan sebagai negara
kepulauan, maka wilayah Indonesia terdiri atas perairan pedalaman, perairan
kepulauan (archipelagic waters), laut wilayah, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas
kontinen.
Pemerintah Indonesia sampai
dengan saat ini masih sangat intens menyelesaikan penataan batas wilayah NKRI,
termasuk di dalamnya adalah melakukan berbagai perundingan dengan negara
tetangga untuk menentukan batas wilayah di segment-segment yang belum diperjanjikan.
Hal ini merupakan bagian dari kewenangan dan kewajiban Pemerintah terhadap
wilayahnya.
Pendepositan
titik dasar NKRI kepada PBB sesuai dengan ketentuan UNCLOS juga merupakan
sebuah kewenangan yang diberikan oleh Hukum Internasional, dimana sebuah negara
dapat menentukan titik dasar wilayahnya. Sedangkan pendepositan itu sendiri
hanyalah merupakan pemenuhan dari asas publisitas yang harus dipenuhi.
3. Peta NKRI Sebagai
Informasi Wilayah Negara
BAKOSURTANAL sebagai lembaga otoritas survei dan pemetaan
nasional, bekerjasama dengan beberapa instansi terkait (Deplu, Depdagri, , DKP,
Ditwilhan, Dishidros TNI AL, ESDM, Dittop TNI AD) telah menerbitkan Peta Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan dari penerbitan peta ini adalah agar
seluruh masyarakat beserta seluruh stake holder dapat memiliki gambaran umum tentang wilayah NKRI sampai
pada saat ini.
Peta NKRI merupakan peta ilustrasi wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan eksistensi hak-hak berdaulatnya yang menginformasikan
gambaran secara umum wilayah negara kesatuan Republik Indonesia darat dan laut
beserta informasi batas-batas hak berdaulatnya. Dalam peta NKRI selain
informasi tersebut di atas, juga menyantumkan nama-nama geografis pulau-pulau
milik Indonesia yang berada di sebelah dalam garis pangkal kepulauan Indonesia baik
pulau kecil terluar dan pulau–pulau besar lainnya, alur laut kepulauan
Indonesia (ALKI).Mengingat keterbatasan skala
peta yang digunakan (skala 1:5.000.000), tentunya informasi garis batas
baik darat dan laut pada segmen-segmen tertentu tidak tergambar secara
detail. Demikian juga dengan pulau–pulau kecil yang jumlahnya sangat banyak
tentunya tidak dapat tergambar secara keseluruhan. Namun demikian nilai
dari angka-angka koordinat batas antar negara yang telah disepakati, koordinat
dari titik pangkal PP 38/tahun 2002 yang terletak pada pulau-pulau kecil
terluar dan lain lain nya telah diplotkan dengan benar. Dengan demikian
peta NKRI tersebut telah memenuhi aspek geometris dan kartometris. Untuk
melengkapi informasi spasial lainnya dari peta NKRI tersebut, maka peta NKRI
perlu dilengkapi dengan informasi peta tematik lainnya terutama informasi
tentang wilayah perbatasan darat dan laut pada segmen – segmen khusus dengan
skala yang memadai atau lebih besar.
Peta NKRI juga dimaksudkan guna menggambarkan hasil Border Diplomacy, yang menyatakan bahwa Indonesia perlu memiliki peta NKRI yang
menggambarkan batas-batas negara yang telah dicapai sejak Deklarasi Djuanda
sampai sekarang baik yang belum maupun yang sudah disepakti melalui berbagai
perundingan bilateral, trilateral maupun multilateral.
Seperti yang telah dicoba dijabarkan di atas bahwasannya wilayah
NKRI memiliki dinamika perkembangan yang panjang. Maka Peta NKRI akan harus
selalu mengikuti perkembangan dari wilayah NKRI. Atau dengan kata lain, peta
NKRI yang ada bukanlah sebuah barang yang ”sakral” dari perubahan.
Categories:
Geographer