Permasalahan
Skema Konsep Pengembangan Minapolitan
Kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan memerlukan
penyesuaian atau perubahan agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi yang
lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Perubahan seperti ini
seiring dengan potensi Indonesia yang merupakan archipelago island.
Sebesar 2/3 wilayah RI merupakan perairan, dan banyak potensi kelautan
serta perikanan yang didapatkan dari perairan Indonesia.
Perlu adanya perubahan pola
pikir orientasi pembangunan dari daratan ke maritim (revolusi biru)
dengan konsep Minapolitan yang sejalan dengan Arahan Umum Pembangunan
Nasional dan Arah Kebijakan Pembangunan Kewilayahan dan Pengembangan Kawasan dalam
RPJM 2010-2014. Hingga kini, pembangunan di Indonesia masih terfokus
pada daratan. Keberadaan kota-kota metropolitan baru, lantas membuat
potensi kelautan di Indonesia terkesampingkan. Apabila selama ini ada
beberapa wilayah pesisir yang berhasil dikembangkan, perekonomian
masyarakat nelayannya pun masih jauh dari sejahtera.
Revolusi biru ini merupakan
salah satu bentuk nyata dari pembangunan kawasan pesisir yang
berkelanjutan melalui peningkatan produksi kelautan-perikanan dengan
peningkatan pendapatan rakyat yang adil, rata, dan sesuai. Peningkatan
kesejahteraan masyarakat (Rokhmin Dahuri, 2002) mencakup dua hal:
pengaturan pemanfaatan ruang yang adil bagi masyarakat (nelayan dan
petani) serta adanya kemitraan kerja yang saling mendukung dan tetap
memelihara kualitas ruang. Untuk itu dalam pelaksanaannya, konsep
Minapolitan haruslah mengedepankan kesejahteraan masyarakat pesisirnya.
Konsep Minapolitan dapat
didefinisikan sebagai kota perikanan dengan konsep pembangunan ekonomi
kelautan dan perikanan berbasis wilayah melalui pendekatan dan sistem
manajemen kawasan berprinsip integrasi, efisien, kualitas, akselerasi
tinggi. Diharapkan dengan dilaksanakannya konsep ini, visi “Indonesia
Menjadi Penghasil Produk Perikanan dan Kelautan Terbesar 2015” dan misi
“Mensejahterkan Masyarakat Kelautan dan Perikanan”, dapat terwujud.
Secara konseptual,
Minapolitan terbagi menjadi dua. Pertama, pembangunan sektor kelautan
dan perikanan berbasis wilayah. Kewewenangan tiap daerah untuk
mengembangkan kawasan pesisirnya sendiri perlu diberi dorongan.
Pasalnya, setiap wilayah pesisir di Indonesia memiliki karakteristik
masing-masing yang lebih dipahami oleh daerah itu sendiri.
Kemudian yang kedua adalah
kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan
perikanan. Potensi produk kelautan Indonesia sebenarnya cukup berpotensi
namun mengalami beberapa permasalahan. Salah satunya adalah jumlah
industri perikanan lebih dari 17.000 buah, tapi sebagian besar
tradisional berskala mikro dan kecil.
Beberapa tujuan dari konsep
Minapolitan memiliki tiga sasaran. Ketiga sasaran utama konsep
Minapolitan ini, yang pertama adalah penguatan ekonomi rumah tangga
masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil. Kedua, usaha kelautan
kelas menengah ke atas. Kemudian yang ketiga adalah sektor
kelutan-perikanan menjadi penggerak ekonomi nasional.
Di samping itu, beberapa
persyaratan untuk menjadi kawasan Minapolitan yaitu komoditas unggulan,
letak geografis, sistem mata rantai produksi (hulu-hilir), fasilitas
pendukung utama, kelayakan llingkungan, komitmen daerah. Berdasarkan
kriteria itulah, suatu kawasan dapat dijadikan objek penerapan konsep
Minapolitan.
Pembahasan
Minapolitan atau
kota perikanan merupakan peluang bagi Indonesia untuk membangkitkan
ekonomi negara melalui pengembangan wilayah pesisir. Tak hanya perikanan
saja, Minapolitan juga mencakup pengembangan di bidang industri
pengolahan produk laut, pariwisata kelautan, pendidikan serta pelayanan
jasa, dll.
Jika efisiensi serta
akselerasi diharapkan dalam pelaksanaan konsep Minapolitan, beberapa hal
yang perlu diperhatikan adalah optimalisasi penangkapan ikan melalui
pengembangan teknologi juga pemanfaatan potensi alam melalui Local Economic Development (LED).
Namun dari segi perencanaan, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
pengembangan Minapolitan dapat menjadi salah satu upaya dalam
memperbaiki citra pedesaan daerah laut/pesisir.
Banyak kawasan pesisir yang
mengalami pembangunan namun gagal dalam proses pengembangannya. Konsep
Minapolitan memang dirasa cukup ideal untuk mengangkat kawasan pesisir
baik dari segi ekonomi lokal maupun kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi
jika dalam pelaksanaanya terjadi ketidakseimbangan dalam kinerja
tiap-tiap stakeholder, maka konsep Minapolitan tersebut bisa
jadi hanya berjalan sendiri, tanpa beriringan dengan kebutuhan dasar
masyarakat yang berada di dalamnya.
Ada tiga hal penting yang
perlu diperhatikan dalam perencanaan tata ruang kawasan pesisir yang
akan dikembangkan sebagai kawasan Minapolitan. Hal pertama adalah faktor
ekologis yang dapat diidentifikasi melalui eksisting fisik, kondisi
eksisting struktur tata ruang dan lingkungan juga ekosistem pesisir.
Mengingat bahwa konsep Minapolitan ini haruslah berorientasi pada
lingkungan juga agar pengembangan Minapolitan yang ada terarah tepat
sasaran.
Faktor kedua adalah kondisi
sosial, dimana segala komposisi demografi penduduk, adat-budaya, proses
sosial (kerjasama/konflik) hingga peran lembaga masyarakat/pemerintah,
perlu diidentifikasi apakah menimbulkan suatu potensi ataupun masalah.
Identifikasi keadaan sosial ini perlu diprioritaskan agar mampu
mengetahui kebutuhan dasar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
sekitar. Seringkali aspek sosial ini sangat sensitif dalam metode
pendekatan pengembangannya. Terutama yang berkaitan dengan adat-budaya.
Karena begitu beragamnya kultur yang ada di Indonesia ini, diharapkan
peran lembaga pemerintahan daerah bisa lebih berperan aktif dalam
memahami karakter sosial masyarakat setempat. Tiap-tiap Bappeda
sebaiknya konsisten dalam pengkoordinasian pemanfaatan ruang antar
sektor. Sementara itu perlu dibentuk dinas teknis yang khusus
bertanggung jawab terhadap pengaturan teknis sektor tersebut.
Lalu yang terakhir adalah pertimbangan dari faktor ekonomi. Perlu
dilakukan identifikasi pada proses koleksi-distribusi dalam kegiatan
ekonomi lokal/regional sumber daya pesisirnya. Selain itu domain serta
persebaran kegiatan ekonomi di suatu kawasan yang ingin dikembangkan
dengan konsep Minapolitan perlu ditelusuri.
Struktur yang ditawarkan dalam Minapolitan adalah sebagai berikut:
Sumber: Buletin Tata Ruang, Maret-April 2010
Dari struktur program
Minapolitan seperti di atas terlihat adanya sistem penataan ruang yang
terintegrasi. Mulai dari kegiatan skala terkecil, yaitu unit usaha
masyarakat lokal. Kemudian diintegrasikan ke dalam sentra, dimana sentra
tersebut terlingkup dalam daerah Minapolitan. Masyarakat sekitar
kawasan pesisir tentunya telah terlibat dalam pengelolaan potensi
sumberdaya yang ada. Misalnya dalam budidaya perikanan. Di samping itu,
melalui LED yang diterapkan Minapolitan, akan terjalin kemitraan kerja
antara stakeholder-stakeholder terkait. Baik masyarakat pesisir
sebagai pelaku ekonomi, pemerintah sebagai pemegang kontrol
kelembagaan, serta swasta yang menjadi sumber investasi pembangunan.
Untuk mampu memfasilitasi
keberlangsungan integrasi kegiatan ekonomi tersebut, pemenuhan sarana
dan prasarana sangatlah penting. Di sisi lain, hal itu diperlukan untuk
menunjang keberlangsungan hidup masyarakat yang menempati kawasan objek
perencanaan.
Sesuai dengan Kepmen 41/2009, telah ditetapkan kawasan-kawasan Minapolitan di Indonesia, yaitu:
1. Prop NAD : Kab. Aceh Selatan
2. Prop Sumatera Utara : Kab Tapanuli Utara dan Kab Serdang Bedagai
3. Prop Sumatera Barat : Kab Pesisir Selatan
4. Prop Riau : Kuantan Singingi
5. Prop Kep. Riau : Kab/Kota Bintan
6. Prop Jambi : Kab Batanghari
7. Prop Bengkulu : Kab Kaur
8. Prop Sumatera Selatan : Palembang dan Kab Ogan Komering Ilir
9. Prop Bangka Belitung : Kab Bangka Selatan
10. Prop Lampung : Kab Lampung Selatan
11. Prop Banten : Kab Serang
12. Prop Jawa Barat : Bogor dan Garut
13. Prop Jawa Tengah : Boyolali dan Banyumas
14. Prop D I Yogyakarta : Kab Gunung Kidul
15. Prop Jawa Timur : Kab Trenggalek dan Malang
16. Prop Kalimantan Barat : Kab Sambas
17. Prop Kalimantan Tengah : Kab Pulau Pisang
18. Kalimantan Selatan : Kab Banjar
19. Prop Kalimantan timur : Kab Malinau
20. Pro Sulawesi Utara : Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Sangiihe
21. Prp Gorontalo : Gorontalo Utara
22. Prop Sulawesi Tengah : Tojo Una-Una
23. Prop Sulawesi Barat : Kab Mamuju
24. Prop Sulawesi Selatan : Kab Luwu Timur dan Kab Gowa
25. Prop Sulawesi Tenggara : Kab Kolaka dan kab konawe Selatan
26. Prop Bali : Kab Klungkung
27. Prop Nusa Tenggara Barat : Kab Bima
28. Prop Nusa Tenggara Timur : Kab Sika
29. Prop Maluku : Kab Seram bagian barat
30. Prop Maluku Utara : Kab Halmahera Selatan
31. Prop Papua : Kab Waropen
32. Prop Papua Barat : Raja Ampat
(Sumber : Tabloid Minapolitan Edisi Minggu 3 November 2009)
Dari sekian banyak kawasan Minapolitan ini, telah dipilih 28 kabupaten yang dijadikan pilot project Minapolitan
sebagai program lima tahun ke depan Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP). Salah satu kabupaten yang menjadi percontohan Minapolitan 2012
tersebut adalah Sambas, Kalimantan Barat. Terlihat dari
kabupaten-kabupaten tersebut, Indonesia memiliki cabang pengembangan
Minapolitan yang berada hamper di setiap pulau. Jika memang konsep
Minapolitan ini berhasil diterapkan, bisa dibayangkan bagaimana cepatnya
pertumbuhan wilayah sektor perikanan dan kelautan di Indonesia.
Pemerataan pembangunan di Indonesia dapat terwujud melalui titik-titik
pengembangan yang tersebar di setiap pulau.
Kesimpulan
Minapolitan merupakan peluang bagi Indonesia untuk membangkitkan ekonomi negara melalui pengembangan wilayah pesisir. Dari
segi perencanaan, perlu diperhatikan bagaimana Minapolitan dapat
menjadi salah satu upaya dalam memperbaiki citra pedesaan daerah
laut/pesisir. Banyak kawasan pesisir yang mengalami pembangunan namun
gagal dalam proses pengembangannya. Untuk itu faktor ekologis, kondisi
sosial serta ekonomi merupakan tiga hal penting yang perlu diperhatikan
pada wilayah perencanaan. Melalui struktur program Minapolitan, dapat
terlihat adanya sistem penataan ruang yang terintegrasi. Untuk mampu
memfasilitasi keberlangsungan kegiatan ekonomi skala lokal tersebut,
pemenuhan akan sarana dan prasarana sangat dianggap penting. Sejauh ini
telah dipilih 28 kabupaten yang dijadikan pilot project Minapolitan di Indonesia.
Sumber:
· Buletin Tata Ruang edisi Maret-April 2010
· Tim Penyusun. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan
· Tabloid Minapolitan edisi Minggu 3 November 2009
· http://id.shvoong.com (Kawasan Minapolitan)
· http://www.pontianakpost.com
Categories:
Tentang Kuliah