Akhirnya akun lama ini kembali,
setelah sekian lama lupa password dan akhirnya berhasil juga diperbaiki. Blog
ini sebenarnya nggak begitu penting juga. disini berisi tentang kusah koseh
selama kuliahgu, tentang kecengengan-kecengengan gue, tentang apapun yang ingin
gue tulis dan curahkan semua ada disini, dulunya akun ini dipake buat nugas
kuliah, terus dimodif sedemikian rupa jadi tempat nyampah curhatan gue. Sorry
kalau isi-isinya alay gimana gitu. Hehe
Manusia adalah makhluk yang diciptakan Tuhan paling sempurna diantara mahkluk yang lain, meskipun dalam kenyataannya di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Semua orang punya dan bebas untuk bermimpi, yang jadi pertanyaan adalah "Apakah bisa kita mewujudkan mimpi tersebut?."
Read More …
Dalam Sebuah Hadits Rasululloh SAW Besabda "Innalloha la yugoyyiru biqoumin hatta yugayyiru bi'angfusihim". Yang artinya Susungguhnya Alloh tidak akan merubah suatu kaun (Golongan) tanpa dia merubahnya sendiri.
Dear kekasih...
Maaf jika aku mengucapkan kata yang sebaiknya tidak baik untuk diucapkan, sebetulnya aku takut jika aku mengganggu waktumu. Itu yang sebenarnya aku rasakan, dan rasa itu ternyata salah. Maaf jika aku mendiamkan ini, aku nggak bisa ngomong banyak. Aku takut malah jadi semakin kurang baik.
I Miss U Dera
Read More …
Maaf jika aku mengucapkan kata yang sebaiknya tidak baik untuk diucapkan, sebetulnya aku takut jika aku mengganggu waktumu. Itu yang sebenarnya aku rasakan, dan rasa itu ternyata salah. Maaf jika aku mendiamkan ini, aku nggak bisa ngomong banyak. Aku takut malah jadi semakin kurang baik.
I Miss U Dera
Permasalahan
Skema Konsep Pengembangan Minapolitan
Kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan memerlukan
penyesuaian atau perubahan agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi yang
lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Perubahan seperti ini
seiring dengan potensi Indonesia yang merupakan archipelago island.
Sebesar 2/3 wilayah RI merupakan perairan, dan banyak potensi kelautan
serta perikanan yang didapatkan dari perairan Indonesia.
Perlu adanya perubahan pola
pikir orientasi pembangunan dari daratan ke maritim (revolusi biru)
dengan konsep Minapolitan yang sejalan dengan Arahan Umum Pembangunan
Nasional dan Arah Kebijakan Pembangunan Kewilayahan dan Pengembangan Kawasan dalam
RPJM 2010-2014. Hingga kini, pembangunan di Indonesia masih terfokus
pada daratan. Keberadaan kota-kota metropolitan baru, lantas membuat
potensi kelautan di Indonesia terkesampingkan. Apabila selama ini ada
beberapa wilayah pesisir yang berhasil dikembangkan, perekonomian
masyarakat nelayannya pun masih jauh dari sejahtera.
Revolusi biru ini merupakan
salah satu bentuk nyata dari pembangunan kawasan pesisir yang
berkelanjutan melalui peningkatan produksi kelautan-perikanan dengan
peningkatan pendapatan rakyat yang adil, rata, dan sesuai. Peningkatan
kesejahteraan masyarakat (Rokhmin Dahuri, 2002) mencakup dua hal:
pengaturan pemanfaatan ruang yang adil bagi masyarakat (nelayan dan
petani) serta adanya kemitraan kerja yang saling mendukung dan tetap
memelihara kualitas ruang. Untuk itu dalam pelaksanaannya, konsep
Minapolitan haruslah mengedepankan kesejahteraan masyarakat pesisirnya.
Konsep Minapolitan dapat
didefinisikan sebagai kota perikanan dengan konsep pembangunan ekonomi
kelautan dan perikanan berbasis wilayah melalui pendekatan dan sistem
manajemen kawasan berprinsip integrasi, efisien, kualitas, akselerasi
tinggi. Diharapkan dengan dilaksanakannya konsep ini, visi “Indonesia
Menjadi Penghasil Produk Perikanan dan Kelautan Terbesar 2015” dan misi
“Mensejahterkan Masyarakat Kelautan dan Perikanan”, dapat terwujud.
Secara konseptual,
Minapolitan terbagi menjadi dua. Pertama, pembangunan sektor kelautan
dan perikanan berbasis wilayah. Kewewenangan tiap daerah untuk
mengembangkan kawasan pesisirnya sendiri perlu diberi dorongan.
Pasalnya, setiap wilayah pesisir di Indonesia memiliki karakteristik
masing-masing yang lebih dipahami oleh daerah itu sendiri.
Kemudian yang kedua adalah
kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan
perikanan. Potensi produk kelautan Indonesia sebenarnya cukup berpotensi
namun mengalami beberapa permasalahan. Salah satunya adalah jumlah
industri perikanan lebih dari 17.000 buah, tapi sebagian besar
tradisional berskala mikro dan kecil.
Beberapa tujuan dari konsep
Minapolitan memiliki tiga sasaran. Ketiga sasaran utama konsep
Minapolitan ini, yang pertama adalah penguatan ekonomi rumah tangga
masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil. Kedua, usaha kelautan
kelas menengah ke atas. Kemudian yang ketiga adalah sektor
kelutan-perikanan menjadi penggerak ekonomi nasional.
Di samping itu, beberapa
persyaratan untuk menjadi kawasan Minapolitan yaitu komoditas unggulan,
letak geografis, sistem mata rantai produksi (hulu-hilir), fasilitas
pendukung utama, kelayakan llingkungan, komitmen daerah. Berdasarkan
kriteria itulah, suatu kawasan dapat dijadikan objek penerapan konsep
Minapolitan.
Pembahasan
Minapolitan atau
kota perikanan merupakan peluang bagi Indonesia untuk membangkitkan
ekonomi negara melalui pengembangan wilayah pesisir. Tak hanya perikanan
saja, Minapolitan juga mencakup pengembangan di bidang industri
pengolahan produk laut, pariwisata kelautan, pendidikan serta pelayanan
jasa, dll.
Jika efisiensi serta
akselerasi diharapkan dalam pelaksanaan konsep Minapolitan, beberapa hal
yang perlu diperhatikan adalah optimalisasi penangkapan ikan melalui
pengembangan teknologi juga pemanfaatan potensi alam melalui Local Economic Development (LED).
Namun dari segi perencanaan, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
pengembangan Minapolitan dapat menjadi salah satu upaya dalam
memperbaiki citra pedesaan daerah laut/pesisir.
Banyak kawasan pesisir yang
mengalami pembangunan namun gagal dalam proses pengembangannya. Konsep
Minapolitan memang dirasa cukup ideal untuk mengangkat kawasan pesisir
baik dari segi ekonomi lokal maupun kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi
jika dalam pelaksanaanya terjadi ketidakseimbangan dalam kinerja
tiap-tiap stakeholder, maka konsep Minapolitan tersebut bisa
jadi hanya berjalan sendiri, tanpa beriringan dengan kebutuhan dasar
masyarakat yang berada di dalamnya.
Ada tiga hal penting yang
perlu diperhatikan dalam perencanaan tata ruang kawasan pesisir yang
akan dikembangkan sebagai kawasan Minapolitan. Hal pertama adalah faktor
ekologis yang dapat diidentifikasi melalui eksisting fisik, kondisi
eksisting struktur tata ruang dan lingkungan juga ekosistem pesisir.
Mengingat bahwa konsep Minapolitan ini haruslah berorientasi pada
lingkungan juga agar pengembangan Minapolitan yang ada terarah tepat
sasaran.
Faktor kedua adalah kondisi
sosial, dimana segala komposisi demografi penduduk, adat-budaya, proses
sosial (kerjasama/konflik) hingga peran lembaga masyarakat/pemerintah,
perlu diidentifikasi apakah menimbulkan suatu potensi ataupun masalah.
Identifikasi keadaan sosial ini perlu diprioritaskan agar mampu
mengetahui kebutuhan dasar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
sekitar. Seringkali aspek sosial ini sangat sensitif dalam metode
pendekatan pengembangannya. Terutama yang berkaitan dengan adat-budaya.
Karena begitu beragamnya kultur yang ada di Indonesia ini, diharapkan
peran lembaga pemerintahan daerah bisa lebih berperan aktif dalam
memahami karakter sosial masyarakat setempat. Tiap-tiap Bappeda
sebaiknya konsisten dalam pengkoordinasian pemanfaatan ruang antar
sektor. Sementara itu perlu dibentuk dinas teknis yang khusus
bertanggung jawab terhadap pengaturan teknis sektor tersebut.
Lalu yang terakhir adalah pertimbangan dari faktor ekonomi. Perlu
dilakukan identifikasi pada proses koleksi-distribusi dalam kegiatan
ekonomi lokal/regional sumber daya pesisirnya. Selain itu domain serta
persebaran kegiatan ekonomi di suatu kawasan yang ingin dikembangkan
dengan konsep Minapolitan perlu ditelusuri.
Struktur yang ditawarkan dalam Minapolitan adalah sebagai berikut:
Sumber: Buletin Tata Ruang, Maret-April 2010
Dari struktur program
Minapolitan seperti di atas terlihat adanya sistem penataan ruang yang
terintegrasi. Mulai dari kegiatan skala terkecil, yaitu unit usaha
masyarakat lokal. Kemudian diintegrasikan ke dalam sentra, dimana sentra
tersebut terlingkup dalam daerah Minapolitan. Masyarakat sekitar
kawasan pesisir tentunya telah terlibat dalam pengelolaan potensi
sumberdaya yang ada. Misalnya dalam budidaya perikanan. Di samping itu,
melalui LED yang diterapkan Minapolitan, akan terjalin kemitraan kerja
antara stakeholder-stakeholder terkait. Baik masyarakat pesisir
sebagai pelaku ekonomi, pemerintah sebagai pemegang kontrol
kelembagaan, serta swasta yang menjadi sumber investasi pembangunan.
Untuk mampu memfasilitasi
keberlangsungan integrasi kegiatan ekonomi tersebut, pemenuhan sarana
dan prasarana sangatlah penting. Di sisi lain, hal itu diperlukan untuk
menunjang keberlangsungan hidup masyarakat yang menempati kawasan objek
perencanaan.
Sesuai dengan Kepmen 41/2009, telah ditetapkan kawasan-kawasan Minapolitan di Indonesia, yaitu:
1. Prop NAD : Kab. Aceh Selatan
2. Prop Sumatera Utara : Kab Tapanuli Utara dan Kab Serdang Bedagai
3. Prop Sumatera Barat : Kab Pesisir Selatan
4. Prop Riau : Kuantan Singingi
5. Prop Kep. Riau : Kab/Kota Bintan
6. Prop Jambi : Kab Batanghari
7. Prop Bengkulu : Kab Kaur
8. Prop Sumatera Selatan : Palembang dan Kab Ogan Komering Ilir
9. Prop Bangka Belitung : Kab Bangka Selatan
10. Prop Lampung : Kab Lampung Selatan
11. Prop Banten : Kab Serang
12. Prop Jawa Barat : Bogor dan Garut
13. Prop Jawa Tengah : Boyolali dan Banyumas
14. Prop D I Yogyakarta : Kab Gunung Kidul
15. Prop Jawa Timur : Kab Trenggalek dan Malang
16. Prop Kalimantan Barat : Kab Sambas
17. Prop Kalimantan Tengah : Kab Pulau Pisang
18. Kalimantan Selatan : Kab Banjar
19. Prop Kalimantan timur : Kab Malinau
20. Pro Sulawesi Utara : Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Sangiihe
21. Prp Gorontalo : Gorontalo Utara
22. Prop Sulawesi Tengah : Tojo Una-Una
23. Prop Sulawesi Barat : Kab Mamuju
24. Prop Sulawesi Selatan : Kab Luwu Timur dan Kab Gowa
25. Prop Sulawesi Tenggara : Kab Kolaka dan kab konawe Selatan
26. Prop Bali : Kab Klungkung
27. Prop Nusa Tenggara Barat : Kab Bima
28. Prop Nusa Tenggara Timur : Kab Sika
29. Prop Maluku : Kab Seram bagian barat
30. Prop Maluku Utara : Kab Halmahera Selatan
31. Prop Papua : Kab Waropen
32. Prop Papua Barat : Raja Ampat
(Sumber : Tabloid Minapolitan Edisi Minggu 3 November 2009)
Dari sekian banyak kawasan Minapolitan ini, telah dipilih 28 kabupaten yang dijadikan pilot project Minapolitan
sebagai program lima tahun ke depan Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP). Salah satu kabupaten yang menjadi percontohan Minapolitan 2012
tersebut adalah Sambas, Kalimantan Barat. Terlihat dari
kabupaten-kabupaten tersebut, Indonesia memiliki cabang pengembangan
Minapolitan yang berada hamper di setiap pulau. Jika memang konsep
Minapolitan ini berhasil diterapkan, bisa dibayangkan bagaimana cepatnya
pertumbuhan wilayah sektor perikanan dan kelautan di Indonesia.
Pemerataan pembangunan di Indonesia dapat terwujud melalui titik-titik
pengembangan yang tersebar di setiap pulau.
Kesimpulan
Minapolitan merupakan peluang bagi Indonesia untuk membangkitkan ekonomi negara melalui pengembangan wilayah pesisir. Dari
segi perencanaan, perlu diperhatikan bagaimana Minapolitan dapat
menjadi salah satu upaya dalam memperbaiki citra pedesaan daerah
laut/pesisir. Banyak kawasan pesisir yang mengalami pembangunan namun
gagal dalam proses pengembangannya. Untuk itu faktor ekologis, kondisi
sosial serta ekonomi merupakan tiga hal penting yang perlu diperhatikan
pada wilayah perencanaan. Melalui struktur program Minapolitan, dapat
terlihat adanya sistem penataan ruang yang terintegrasi. Untuk mampu
memfasilitasi keberlangsungan kegiatan ekonomi skala lokal tersebut,
pemenuhan akan sarana dan prasarana sangat dianggap penting. Sejauh ini
telah dipilih 28 kabupaten yang dijadikan pilot project Minapolitan di Indonesia.
Sumber:
· Buletin Tata Ruang edisi Maret-April 2010
· Tim Penyusun. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan
· Tabloid Minapolitan edisi Minggu 3 November 2009
· http://id.shvoong.com (Kawasan Minapolitan)
· http://www.pontianakpost.com
Peta NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA (NKRI) mengilustrasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia
beserta batas-batasnya. Peta ini memberikan informasi spasial bagi publik
tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peta ini menggambarkan pencapaian
hasil berbagai perundingan bilateral, trilateral maupun multilateral sejak
Deklarasi Djuanda sampai sekarang. Dalam peta NKRI juga dicantumkan nama-nama geografis
pulau-pulau terluar milik Indonesia yang berada di sebelah dalam garis pangkal
kepulauan Indonesia, serta digambarkan letak alur laut kepulauan Indonesia
(ALKI). Selain itu peta NKRI juga menggambarkan proyeksi batas menurut hukum
Indonesia. Atas dasar tersebut, maka perlu untuk dinyatakan bahwa peta NKRI
bersifat dinamis dan akan selalu di-update sesuai dengan perkembangan.
o Wilayah Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat semenjak
proklamasi kemerdekaan, Deklarasi Djuanda, Pengesahan UNCLOS, dan sampai saat
ini. Perkembangan itu tidak dapat terlepas dari perjuangan diplomasi Indonesia
di forum-forum internasional.
o Wilayah Indonesia tidak dapat dibatasi perkembangannya di masa
lampau, sekarang ataupun di masa datang. Perkembangan yang ada di dunia dari
berbagai sisi, seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya tentunya akan ikut
mempengaruhi kewilayahan Indonesia.
o Peta NKRI disajikan sebagai bagian dari sebuah informasi
kewilayahan. Pada peta ini disajikan berbagi hal yang terkait dengan wilayah
NKRI, baik wilayah kedaulatan maupun hak berdaulat yang dimiliki Indonesia,
selain itu peta ini juga menyajikan batas-batas yang belum selesai dirundingkan
dengan negara tetangga. Semua hal yang ada di dalam peta NKRI ini akan selalu
mengikuti perkembangan dari wilayah NKRI karena bertujuan untuk memberikan
gambaran umum wilayah Indonesia. Peta NKRI bukanlah “barang“ yang sakral dari
sebuah perubahan. Itulah sebabnya peta NKRI juga disebut sebagai atlas yang
dinamis.
o Pencantuman peta NKRI di dalam sebuah ketentuan perundangan
tentunya akan mempersempit ruang gerak perkembangan kewilayahan Indonesia,
termasuk di dalamnya juga terkait dengan border diplomacy yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia selama ini.
1.Sejarah Perkembangan Wilayah Teritorial Dan
Yuridiksi Kedaulatan NKRI
Wilayah Indonesia di dalam perkembangannya mengalami pertambahan
luas yang sangat besar. Wilayah Indonesia ditentukan pertama kali dengan Territoriale Zee
en Maritime Kringen Ordonantie(TZMKO)1939. Selanjutnya seiring dengan perjalanan NKRI, Pemerintah RI
memperjuangkan konsepsi Wawasan Nusantara mulai dari Deklarasi Djuanda,
berbagai perundingan dengan negara tetangga, sampai pada akhirnya konsep Negara
Kepulauan diterima di dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (United Nation Convention
on the Law of the Sea/UNCLOS ’82).
Berdasarkan konsepsi TZMKO tahun 1939, lebar laut wilayah
perairan Indonesia hanya meliputi jalur-jalur laut yang mengelilingi setiap
pulau atau bagian pulau Indonesia yang lebarnya hanya 3 mil laut. Sedangkan
menurut UUD 1945, wilayah negara Indonesia tidak jelas menunjuk batas wilayah
negaranya. Wilayah negara proklamasi adalah wilayah negara ex kekuasaan Hindia
Belanda, hal ini sejalan dengan prinsip hukum internasional uti possidetis juris. Dan selain itu, UUD 1945 tidak mengatur tentang kedudukan
laut teritorial. Produk hukum mengenai laut teritorial baru dilakukan secara
formal pada tahun 1958 dalam Konvensi Geneva.
Pada tahun 1957, Pemerintah Indonesia melalui DEKLARASI
DJUANDA, mengumumkan secara unilateral /sepihak bahwa lebar laut
wilayah Indonesia adalah 12 mil. Barulah dengan UU No. 4/Prp tahun 1960
tentang Wilayah Perairan Indonesia ditetapkan ketentuan tentang laut wilayah
Indonesia selebar 12 mil laut dari garis pangkal lurus. Perairan Kepulauan ini
dikelilingi oleh garis pangkal yang menghubungkan titik-titik terluar dari
Pulau Terluar Indonesia.
Semenjak Deklarasi Djuanda, Pemerintah Indonesia terus
memperjuangkan konsepsi Wawasan Nusantara di dalam setiap perundingan
bilateral, trilateral, dan multilateral dengan negara-negara di dunia ataupun
di dalam setiap forum-forum internasional. Puncak dari diplomasi yang dilakukan
adalah dengan diterimanya Negara Kepulauan di dalam UNCLOS 1982. Melalui UU
No.17 tahun 1985, Pemerintah Indonesia meratifikasi/mengesahkan UNCLOS 1982
tersebut dan resmi menjadi negara pihak.
Sebagai tindak lanjut dari pengesahan UNCLOS 1982, Pemerintah Indonesia
telah menerbitkan UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
dan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Dua Landasan hukum
tersebut, khususnya PP No.38 tahun 2002, telah memagari wilayah perairan
Indonesia yang sejak dicabutnya UU No. 4 Prp tahun 1960 melalui UU No.6 tahun
1996, Indonesia tidak memiliki batas wilayah perairan yang jelas. Bagi
Indonesia, UNCLOS 1982 merupakan tonggak sejarah yang sangat penting, yaitu
sebagai bentuk pengakuan internasional terhadap konsep Wawasan Nusantara yang
telah digagas sejak tahun 1957.
Khusus mengenai Timor – Timur, semenjak integrasinya pada tahun
1975 sampai dengan merdeka pada 1999 tentunya membawa perubahan pada wilayah
Indonesia baik pada batas darat maupun batas lautnya. Batas darat
Indonesia dengan Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL) didasarkan atas
perjanjian antara Pemerintah Hindia Belanda dan Portugis pada tahun 1904
dan Permanent Court Award (PCA) 1914. Saat ini telah disepakati oleh Pemerintah
Indonesia dan RDTL Provisional Agrreement on the Land Boundary yang ditandatangani 8 April 2005 oleh Menteri Luar Negeri
kedua negara. Sedangkan batas laut RI-RDTL, sejak periode kolonial tidak ada
perjanjian maupun pengaturan yang terkait dengan batas laut antara Portugal dan
Belanda di sekitar P. Timor [Deeley, 2001]. Begitu juga setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945,
dan juga setelah Timor Leste menjadi bagian Indonesia pada tahun 1975, tidak
ada perjanjian tentang batas laut antara Indonesia dengan Portugal. Dan bahkan
sampai saat ini batas laut RI-RDTL yang meliputi laut wilayah, zona tambahan,
ZEE dan landas kontinen belum mulai dirundingkan karena masih menunggu
penyelesaian batas darat terlebih dahulu.
Seiring dengan perkembangan, PP
No.38/2002 memerlukan penyempurnaan karena menyisakan beberapa bagian wilayah
Indonesia yang belum ditetapkan garis pangkalnya, diantaranya adalah di sekitar
P. Timor yang berbatasan dengan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Untuk dapat
menetapkan batas perairan pada wilayah yang berbatasan dengan RDTL, selain
menunggu penyelesaian segment batas darat, perlu pula ditetapkan calon-calon
titik dasar sebagai acuan dalam penarikan garis pangkal untuk menetapkan batas
antara kedua negara, disamping memanfaatkan beberapa titik-titik dasar yang
sudah ada di sekitar wilayah tersebut.
2.Kewenangan Negara
Menetapkan Batas Negara
Wilayah dapat diartikan sebagai ruang dimana manusia yang menjadi
warga negara atau penduduk negara yang bersangkutan hidup serta menjalankan
segala aktifitasnya. Di dalam kondisi dunia yang sekarang ini, maka sebuah
wilayah negara tentunya akan berbatasan dengan wilayah negara lainnya, dan di
dalamnya akan banyak terkait aspek yang saling mempengaruhi situasi dan kondisi
perbatasan yang bersangkutan. Perbatasan negara seringkali didefinisikan
sebagai garis imajiner di atas permukaan bumi yang memisahkan wilayah satu
negara dengan wilayah negara lainnya. Sejauh perbatasan itu diakui secara tegas
dengan traktat atau diakui secara umum tanpa pernyataan tegas, maka perbatasan
merupakan bagian dari suatu hak negara terhadap wilayah.
Atas dasar itu pula, maka setiap negara berwenang untuk menetapkan
batas terluar wilayahnya. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berbatasan
dengan 10 (sepuluh) negara tetangga. Di darat, Indonesia berbatasan dengan
Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan dengan Timor-Leste. Sedangkan di laut,
Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam,
Filipina, Palau, Papua Niugini, Australia dan Timor-Leste.
Wilayah
darat NKRI terdiri atas semua pulau-pulau milik Indonesia yang berada di
sebelah dalam garis pangkal kepulauan Indonesia. Sedangkan sebagai negara
kepulauan, maka wilayah Indonesia terdiri atas perairan pedalaman, perairan
kepulauan (archipelagic waters), laut wilayah, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas
kontinen.
Pemerintah Indonesia sampai
dengan saat ini masih sangat intens menyelesaikan penataan batas wilayah NKRI,
termasuk di dalamnya adalah melakukan berbagai perundingan dengan negara
tetangga untuk menentukan batas wilayah di segment-segment yang belum diperjanjikan.
Hal ini merupakan bagian dari kewenangan dan kewajiban Pemerintah terhadap
wilayahnya.
Pendepositan
titik dasar NKRI kepada PBB sesuai dengan ketentuan UNCLOS juga merupakan
sebuah kewenangan yang diberikan oleh Hukum Internasional, dimana sebuah negara
dapat menentukan titik dasar wilayahnya. Sedangkan pendepositan itu sendiri
hanyalah merupakan pemenuhan dari asas publisitas yang harus dipenuhi.
3. Peta NKRI Sebagai
Informasi Wilayah Negara
BAKOSURTANAL sebagai lembaga otoritas survei dan pemetaan
nasional, bekerjasama dengan beberapa instansi terkait (Deplu, Depdagri, , DKP,
Ditwilhan, Dishidros TNI AL, ESDM, Dittop TNI AD) telah menerbitkan Peta Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan dari penerbitan peta ini adalah agar
seluruh masyarakat beserta seluruh stake holder dapat memiliki gambaran umum tentang wilayah NKRI sampai
pada saat ini.
Peta NKRI merupakan peta ilustrasi wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan eksistensi hak-hak berdaulatnya yang menginformasikan
gambaran secara umum wilayah negara kesatuan Republik Indonesia darat dan laut
beserta informasi batas-batas hak berdaulatnya. Dalam peta NKRI selain
informasi tersebut di atas, juga menyantumkan nama-nama geografis pulau-pulau
milik Indonesia yang berada di sebelah dalam garis pangkal kepulauan Indonesia baik
pulau kecil terluar dan pulau–pulau besar lainnya, alur laut kepulauan
Indonesia (ALKI).Mengingat keterbatasan skala
peta yang digunakan (skala 1:5.000.000), tentunya informasi garis batas
baik darat dan laut pada segmen-segmen tertentu tidak tergambar secara
detail. Demikian juga dengan pulau–pulau kecil yang jumlahnya sangat banyak
tentunya tidak dapat tergambar secara keseluruhan. Namun demikian nilai
dari angka-angka koordinat batas antar negara yang telah disepakati, koordinat
dari titik pangkal PP 38/tahun 2002 yang terletak pada pulau-pulau kecil
terluar dan lain lain nya telah diplotkan dengan benar. Dengan demikian
peta NKRI tersebut telah memenuhi aspek geometris dan kartometris. Untuk
melengkapi informasi spasial lainnya dari peta NKRI tersebut, maka peta NKRI
perlu dilengkapi dengan informasi peta tematik lainnya terutama informasi
tentang wilayah perbatasan darat dan laut pada segmen – segmen khusus dengan
skala yang memadai atau lebih besar.
Peta NKRI juga dimaksudkan guna menggambarkan hasil Border Diplomacy, yang menyatakan bahwa Indonesia perlu memiliki peta NKRI yang
menggambarkan batas-batas negara yang telah dicapai sejak Deklarasi Djuanda
sampai sekarang baik yang belum maupun yang sudah disepakti melalui berbagai
perundingan bilateral, trilateral maupun multilateral.
Seperti yang telah dicoba dijabarkan di atas bahwasannya wilayah
NKRI memiliki dinamika perkembangan yang panjang. Maka Peta NKRI akan harus
selalu mengikuti perkembangan dari wilayah NKRI. Atau dengan kata lain, peta
NKRI yang ada bukanlah sebuah barang yang ”sakral” dari perubahan.
Terimakasih untuk waktunya, masih bisa menyempatkan waktu untuk bersilaturahmi walaupun cuma lewat pesan singkat untuk beberapa hari ini. Kita sepakat untuk saling kirim do'a demi apa yang masing-masing dari kita harapkan, walaupun tak bisa seperti dulu lagi mungkin inilah cara untuk masih bisa berkomunikasi dengan baik walaupun tidak bisa setiap waktu setidaknya dalam do'a masih bisa berkomunikasi kepada NYA.
Tak banyak yang ingin aku sampaikan, Terimakasih untuk semuanya.
Read More …
Tak banyak yang ingin aku sampaikan, Terimakasih untuk semuanya.